Multiflier Effect dan Gempa Fiskal atas Pemangkasan Dana Transfer

Table of Contents


Oleh : Dr H Nurmal Idrus SE MM

PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming, membuat gebrakan awal yang menggetarkan di awal kepemimpinannya. Lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, tentang Efisiensi Belanja dalam APBD dan APBN, nyaris seluruh daerah dan unit kerja pusat mengalami pemangkasan anggaran.

Fiskal negara yang cenderung kering akhirnya membuat Kementerian Keuangan memilih cara paling pintas dalam mendapatkan dana segar yaitu recofussing alias pemangkasan anggaran.

Sasaran pemangkasan bukan hanya kementerian dan lembaga negara, tetapi juga pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. 

Akibatnya, sejumlah daerah yang punya kemampuan kapasitas fiskal yang rendah alias sangat tergantung pada dana transfer pusat, menjadi kelimpungan. Kabupaten Soppeng misalnya, harus memasrahkan APBD 2025 terpangkas hingga Rp 72,5 miliar. Angka itu tergolong besar bagi daerah dengan ruang fiskal yang kecil seperti Soppeng. Karena itu mencakup sekira 7 persen dari total duit yang dimiliki Soppeng. Akibatnya, nyaris tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah ini dalam tahun 2025, terutama dalam memaksimalkan layanannya kepada masyarakat. 

Apalagi, dana yang dipangkas adalah anggaran untuk infrastruktur seperti jalan dan irigasi. Selain itu, sejumlah anggaran DAU yang sudah ditentukan alokasinya seperti untuk sektor pendidikan juga kena imbas. Di Tahun 2025, Soppeng tak bisa membangun jalan baru, gedung sekolah baru, dan juga saluran irigasi baru.

Kebijakan ini tak pelak menjadi 'gempa' bagi perekonomian Soppeng. Pemangkasan anggaran pada bidang infrastruktur berarti juga menjadi ancaman bakal melemahnya pertumbuhan ekonomi Soppeng di 2025. Belanja infrastruktur dan makan minum selama ini menjadi dua sektor pemicu tertinggi perputaran ekonomi di daerah ini. 

Tak adanya proyek infrastruktur melahirkan multiflier Effect negatif dari sisi ekonomi. Buruh bangunan tak lagi mendapat pendapatan, pekerja tambang galian C juga kehilangan sumber penghasilan dan bisnis bahan bangunan menjadi stagnan. Pengeluaran keluarga yang bergantung pada proyek infrastruktur itu menjadi terpengaruh karena mereka memilih berhemat. 

Pemangkasan pada belanja makan minum juga akan sangat terasa. Bisnis katering akan mandek karena tak ada lagi pesanan makan minum. Kondisi itu juga akan secara langsung memengaruhi pendapatan para penjual sembako di pasar-pasar tradisional. 

Untung saja, beleid Inpres meminta kepada instansi agar menahan rencana rapat dan pertemuan mereka di luar daerah dan menggantinya dengan sistem daring atau melakukan kegiatan serupa di dalam daerah. Jika unit kerja Pemda konsisten mematuhi Inpres, maka kebijakan ini akan sedikit menolong perekonomian Soppeng karena kagiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) akan lebih banyak digelar di dalam daerah.

Inovasi pemerintah dan unit kerja diperlukan dalam kondisi sulit keuangan seperti sekarang. Para pimpinan SKPD tak boleh mengeluhkan pemangkasan anggaran itu dan terus mencari cara agar bisa terus memberi pelayanan maksimal kepada masyarakat tanpa terpengaruh oleh minimnya dana. (*) 

*Penulis merupakan 
Pengajar Ilmu Ekonomi dan Manajemen SDM

Post a Comment