Iklan

Jejak Silaturahim Wija Tau Sewo: Meniti Rindu di Bumi Etam Kaltim

mediata
Tuesday, December 30, 2025, December 30, 2025 WIB Last Updated 2025-12-30T21:44:33Z

Oleh Amrayadi

Sebuah niat, sejuta makna
perjalanan ini bukanlah sekadar tamasya biasa. 

Ia bermula dari sebuah niat tulus dan inisiasi mulia Bapak H. Pammu Lahide yang mengundang Wija Tau Sewo yang berada di Sulawesi Selatan untuk menyeberang lautan, merajut kembali tali silaturahim dengan para perantau tangguh yang kini menetap di 
Kalimantan Timur. 

Sebuah ikhtiar untuk memastikan bahwa garis keturunan dan 
persaudaraan tak lekang oleh jarak dan waktu.

Keberangkatan: Melintasi Selat Makassar 25 Desember dini hari, tepat pukul 03.00, kesunyian Soppeng pecah oleh deru 
mesin bis dan iring-iringan 5 mobil pribadi. Sebanyak 27 orang memulai langkah, 
sementara 10 orang lainnya bergerak dari Makassar dan Pangkep. 

Pukul 06.30, 
Pelabuhan Nusantara Parepare menjadi saksi berkumpulnya keluarga besar yang 
kini berjumlah 61 orang, setelah bergabungnya keluarga besar H. Pammu dari pihak bapak.

Pukul 07.30, kami menaiki KM Dharma Kartika IX. Dua jam kemudian, kapal 
perlahan lepas jangkar membelah Selat Makassar. Perjalanan di atas samudera  terasa begitu indah dan mengesankan, dipenuhi canda tawa yang  menghangatkan suasana di sepanjang koridor kapal.

Menapaki IKN dan Hangatnya Samarinda Seberang
Setelah bersandar di Pelabuhan Semayang Balikpapan pukul 04.00 pagi, rombongan melanjutkan perjalanan darat menuju Ibu Kota Nusantara (IKN) menggunakan bis dan kendaraan roda empat. Di jantung masa depan Indonesia ini, kami disambut dengan hangat oleh dua bersaudara anak rantau, Bapak Abdul Muin Paena dan Hj. Rosmini Paena, yang menjamu kami dengan makan siang yang nikmat.

Usai menunaikan salat Jumat, rombongan bertolak menuju Kota Samarinda. 

Kami tiba di Base Camp Jalan Rukun, Samarinda Seberang—kediaman Bapak H. 
Pammu Lahide. Malam itu, suasana rumah begitu meriah oleh kunjungan para 
kenalan dan sesama warga Sewo perantau yang datang melepas rindu.

Hari Kedua: Menyisir Mahakam Menuju Jejak Kerajaan
27 Desember, agenda dimulai dengan petualangan air. 

Pukul 09.00, Kapal 
Pesiar Silaq Maran mulai bergerak menyusuri Sungai Mahakam menuju Tenggarong. Di atas kapal yang melaju tenang, sebuah seremoni khidmat digelar. Di atas kapal, dimulai dari laporan Ketua Panitia, sepatah kata dari lima 
perwakilan rombongan, hingga puncaknya: sambutan inspiratif dari Bapak H. Pammu Lahide. Beliau berbagi kisah tentang perjuangan anak rantau menaklukkan tantangan di Bumi Etam, sebuah kisah yang membakar semangat 
kami semua.

"Bumi Etam bukan sekadar tempat mencari nafkah, tapi tempat membuktikan ketangguhan jati diri," tutur  Bapak H. Pammu Lahide sembari mengisahkan
tentang perjuangan anak rantau yang memotivasi seluruh rombongan.

Hiburan musik elekton kemudian mencairkan suasana, membawa keriangan di tengah aliran sungai.
Pukul 12.15, kapal bersandar di Tenggarong. 

Setelah salat berjamaah, 
rombongan mengunjungi Museum Mulawarman untuk menapaki sejarah kerajaan tertua di Nusantara. 

Pukul 13.30, kami bertolak kembali ke Samarinda 
dan menutup hari dengan kunjungan religi ke Masjid Tua Siratal Mustaqim yang 
legendaris sebelum kembali ke Base Camp.

Hari Ketiga: Menara Islamic Centre dan Jamuan Batu Besaung
28 Desember.

Sebelum menuju agenda utama, kami mampir ke Islamic Centre. 
Sebagian rombongan naik ke menara, menatap kemegahan kota Samarinda dari ketinggian. Perjalanan berlanjut ke Batu Besaung, memenuhi undangan makan siang di kebun milik Bapak Nurdin Mante. 

Sambutan di sana luar biasa meriah, bahkan disediakan tenda khusus. Kehadiran keluarga almarhum Masse kian melengkapi kebahagiaan—enam 
bersaudara (Mante, Nawang, Irwan, Samsu, Usman, beserta istri, anak, dan cucu) berkumpul menyatu dalam tawa. Sore harinya, rombongan menikmati waktu bebas untuk belanja oleh-oleh, sebelum malamnya berkumpul kembali di Base Camp.

Kepulangan: Rindu yang Terbayar dan Sajian Tradisional
29 Desember pukul 02.00 dini hari kami berpamitan untuk kembali ke tanah Sulawesi. Dengan KM Dharma Kartika IX, kami meninggalkan Pelabuhan 
Semayang.

Tepat pukul 04.00 subuh di hari berikutnya, kami tiba di Parepare. Disini, rombongan mulai berpisah menuju domisili masing-masing (Soppeng,Makassar, dan Pangkep).
Rombongan Soppeng melanjutkan perjalanan dengan satu bis dan satu mobil pribadi.

 Pukul 05.00 pagi, kami berhenti sejenak untuk bersujud syukur dalam salat Subuh di sebuah masjid. Perjalanan pulang kian manis dengan suguhan 
kue khas Bugis—dange, serabi, dan putu—yang dibeli di pinggir jalan dan santap bersama. 

Tepat sebelum pukul 08.00 pagi, kami menginjakkan kaki kembali di tanah Sewo dengan hati yang penuh. 

"Sebuah perjalanan nan penuh kesan yang tidak hanya memanjakan mata, 
tapi juga mengenyangkan jiwa dengan kasih sayang. Semoga silaturahim ini abadi dan dapat terulang kembali."

Sewo, 29 Desember 2024 

Amrayadi

Catatan Perjalanan: IKN – Samarinda – Tenggarong
25 – 30 Desember 2025

Komentar

Tampilkan

  • Jejak Silaturahim Wija Tau Sewo: Meniti Rindu di Bumi Etam Kaltim
  • 0
<>

Terkini

Topik Populer